Tanah Lot adalah sebuah objek wisata di Bali, Indonesia.
Di sini ada dua pura yang terletak di atas batu besar. Satu terletak di atas
bongkahan batu dan satunya terletak di atas tebing mirip dengan Pura
Uluwatu. Pura Tanah Lot ini merupakan bagian dari pura Dang Kahyangan. Pura
Tanah Lot merupakan pura laut tempat pemujaan dewa-dewa penjaga laut. Tanah Lot
terkenal sebagai tempat yang indah untuk melihat matahari terbenam.
Sejarah
Sejarah Tanah Lot Bali
Indonesia berdasarkan legenda, dikisahkan pada abad ke -15, Bhagawan Dang Hyang Nirartha atau dikenal
dengan nama Dang Hyang Dwijendra melakukan misi penyebaran agama Hindu dari
pulau Jawa ke pulau Bali.
Pada saat itu yang berkuasa di pulau Bali adalah
Raja Dalem Waturenggong. Beliau sangat menyambut baik dengan kedatangan dari
Dang Hyang Nirartha dalam menjalankan misinya, sehingga penyebaran agama Hindu
berhasil sampai ke pelosok – pelosok desa yang ada di pulau Bali.
Dalam sejarah Tanah Lot, dikisahkan Dang Hyang
Nirartha, melihat sinar suci dari arah laut selatan Bali, maka Dang Hyang
Nirartha mencari lokasi dari sinar tersebut dan tibalah beliau di sebuah
pantai di desa yang bernama desa Beraban Tabanan.
Pada saat itu desa Beraban dipimpin oleh Bendesa
Beraban Sakti, yang sangat menentang ajaran dari Dang Hyang Nirartha dalam
menyebarkan agama Hindu. Bendesa Beraban Sakti, menganut aliran
monotheisme.
Dang Hyang Nirartha melakukan meditasi
diatas batu karang yang menyerupai bentuk burung beo yang pada awalnya berada
di daratan.
Dengan berbagai cara Bendesa Beraban ingin
mengusir keberadaan Dang Hyang Nirartha dari tempat meditasinya.
Menurut sejarah Tanah Lot berdasarkan legenda
Dang Hyang Nirartha memindahkan batu karang (tempat bermeditasinya) ke
tengah pantai dengan kekuatan spiritual. Batu karang tersebut diberi nama
Tanah Lot yang artinya batukarang yang berada di tengah lautan.
Semenjak peristiwa itu Bendesa Beraban Sakti
mengakui kesaktian yang dimiliki Dang Hyang Nirartha dengan menjadi pengikutnya
untuk memeluk agama Hindu bersama dengan seluruh penduduk setempat.
Dikisahkan di sejarah Tanah Lot, sebelum
meninggalkan desa Beraban, Dang Hyang Nirartha memberikan sebuah keris
kepada bendesa Beraban. Keris tersebut memiliki kekuatan untuk menghilangkan
segala penyakit yang menyerang tanaman.
Keris tersebut disimpan di Puri Kediri dan dibuatkan
upacara keagamaan di Pura Tanah Lot setiap enam bulan sekali. Semenjak hal
ini rutin dilakukan oleh penduduk desa Beraban, kesejahteraan penduduk sangat
meningkat pesat dengan hasil panen pertanian yang melimpah dan mereka hidup
dengan saling menghormati.
Legenda
Menurut legenda, pura ini
dibangun oleh seorang brahmana yang mengembara dari Jawa, yaitu Danghyang Nirartha yang berhasil menguatkan
kepercayaan penduduk Bali akan ajaran Hindu dan membangun Sad Kahyangan tersebut pada
abad ke-16. Pada saat itu, penguasa Tanah Lot yang bernama Bendesa Beraben
merasa iri kepadanya karena para pengikutnya mulai pergi untuk mengikuti
Danghyang Nirartha. Bendesa Beraben kemudian menyuruh Danghyang Nirartha
meninggalkan Tanah Lot. Danghyang Nirartha menyanggupi, tetapi sebelumnya ia
dengan kekuatannya memindahkan Bongkahan Batu ke tengah pantai (bukan ke tengah
laut) dan membangun pura di sana. Ia juga mengubah selendangnya menjadi ular
penjaga pura. Ular ini masih ada sampai sekarang dan secara ilmiah ular ini
termasuk jenis ular laut yang mempunyai ciri-ciri berekor pipih seperti ikan,
warna hitam berbelang kuning dan mempunyai racun 3 kali lebih kuat dari ular
cobra. Akhirnya disebutkan bahwa Bendesa Beraben menjadi pengikut Danghyang
Nirartha.
Renovasi
Pura Tanah lot selama ini
terganggu oleh abrasi
dan pengikisan akibat ombak dan angin. Oleh sebab itu, pemerintah Bali melalui Proyek
Pengamanan Daerah Pantai Bali melakukan memasang tetrapod sebagai
pemecah gelombang dan memperkuat tebing di sekeliling pura berupa karang
buatan. Daerah di sekitar Tanah Lot juga ditata mengingat peran Tanah lot
sebagai salah satu tujuan wisata di bali.[1]
Renovasi pertama dilakukan sejak tahun 1987
sebagai proyek perlindungan tahap I. Pada tahap ini, pemecah gelombang
(tetrapod) seberat dua ton diletakkan di depan Pura Tanah Lot. Selain itu,
bantaran beton serta dinding buatan juga dibangun sebagai pelindung hantaman
gelombang. Namun, peletakan tetrapod mengganggu keindahan dan keasrian alam di
sekitarnya sehingga diadakan studi kelayakan dengan melibatkan tokoh agama dan
masyarakat setempat pada tahun 1989. Desain bangunan pemecah gelombang di bawah
permukaan air dan pembuatan karang buatan dibuat pada tahun 1992 dan
diperbaharui lagi pada tahun 1998. Perlindungan pura mulai dilaksanakan sekitar
bulan Juni 2000 dan selesai pada Februari 2003 melalui dana bantuan pinjaman Japan
Bank for International Cooperation (JBIC) sebesar Rp95 miliar. Keseluruhan
pekerjaan meliputi bangunan Wantilan, Pewaregan, Paebatan, Candi Bentar,
penataan areal parkir, serta penataan jalan dan taman di kawasan tanah lot.
Lokasi
Seluruh
tanjung Karang Bolong dan bangunan pura di ujungnya
Objek wisata tanah lot
terletak di Beraban, Kediri, Tabanan, sekitar
13 kilometer di sebelah selatan Kota
Tabanan.
Di sebelah utara Pura Tanah Lot, sebuah pura lain
yang dibangun di atas tebing yang menjorok ke laut. Tebing ini menghubungkan
Pura dengan daratan dan berbentuk seperti jembatan (melengkung). Pura ini
disebut Pura Karang Bolong.
Hari raya
Odalan
di Pura Tanah Lot
Odalan atau hari raya
di Pura ini diperingati setiap 210 hari sekali, sebagaimana pura lain pada
biasanya. Jatuhnya dekat dengan perayaan Galungan dan Kuningan,
tepatnya pada Hari Suci Buda Cemeng Langkir.
- Harga tiket masuk: Rp
15.000/orang (khusus wisatawan lokal)
- Parkir bayar sendiri dan
parkirannya luas
0 komentar:
Posting Komentar